Saturday, 5 December 2015

DISKRIMINASI



Nama                   : Afrilia Wulandari
Kelas                   : 2SA10 (10614417)
Mata Kuliah        : Ilmu Sosial Dasar


Diskriminasi

Pengertian Diskriminasi

            Diskriminasi dalam ruang lingkup hukum hak asasi manusia Indonesia ( human right law ) dapat dilihat dalam Pasal 1 Ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 tetang Hak Asasi Manusia yang berbunyi , “ Diskriminasi adalah setiap pembatasan , pelecehan , atau pengucilan yang langsung atau tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku , ras , etnik , kelompok , golongan , status social , status ekonomi , jenis kelamin , bahasa , keyakinan politik , yang berakibat pengurang , penyimpangan , atau penghapusan pengakuan , pelaksanaan , atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik , ekonomi , hukum , social , budaya , dan aspek kehidupan lainnya”.
           

            Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat yang terjadi karena  kecendrungan manusia untuk membeda-bedakan yang lain atau ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku , antar golongan , kelamin , ras , agama dan kepercayaan dll.


Faktor Penyebab

1.     Perbedaan Latar Belakang.
2.     Perbedaan Keyakinan , Kepercayaan , dan agama.
3.     Perkembangan sosio cultural dan situasional.
4.     Perbedaan Kepentingan.
5.     Perbedaan Individu.



Contoh Kasus Diskriminasi :

Bali Diskriminatif terhadap Penderita HIV AIDS
TEMPO.CO, Jakarta - Diskriminasi terhadap Orang dengan HIV AIDS (ODHA) di Bali masih cukup tinggi. Bahkan saat mereka meninggal dunia. “Ketika ada warga yang meninggal dunia karena HIV , tidak ada yang mau memandikan,” kata Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Gianyar I Dewa Oka Sedana dalam Rapat Konsultasi (KPA) Bali dengan pejabat dan desa adat di Gianyar Bali, kemarin.

Menurut Sedana, dari rumah sakit mayat langsung dimasukkan ke peti yang sangat rapat karena dianggap HIV akan menular melalui udara. Mayat langsung dibawa ke kuburan untuk dimakamkan tanpa dibuka kembali. “Terpaksa kami yang membuka mayat dan memandikannya untuk menunjukkan bahwa tidak masalah menyentuh mayat ODHA,” kata Sedana.

Lebih buruk lagi, kata Sedana, keluarga yang ditinggalkan kemudian dijauhi oleh warganya. Bahkan anaknya pun seolah-olah tidak boleh ikut bersekolah. Baru setelah KPA Gianyar melakukan pendekatan, warga sekitar bersedia menerima kembali.

Sedana menjelaskan kondisi HIV AIDS di Gianyar kian mengkhawatirkan. Jika pada 2010 hanya ditemukan 181 kasus, pada 2011 meningkat menjadi 399 kasus. Bila tidak diantisipasi kasus-kasus diskriminasi akan semakin tinggi, sehingga mempersulit upaya penanggulangan HIV.

Penularan HIV diduga dipengaruhi oleh penyebaran kafe remang-remang yang menjadi tempat prostitusi terselubung. Kafe itu masuk ke pedesaan dan mengundang kehadiran pria dewasa dan remaja menjadi pengunjungnya. KPA sejauh ini belum dapat mengintervensi agar kesehatan para pekerja seks komersial (PSK) tetap terjaga dan tidak menjadi penular HIV.

Ketua Tim Advokasi KPA Bali Made Molin Yudiasa menegaskan diskriminasi terhadap ODHA harus ditekan agar gunung es dalam penyebaran HIV bisa diungkapkan. Diskriminasi menghambat niat orang-orang yang berisiko tinggi untuk melakukan tes sukarela. “Kalau terjadi pembiaran, kita akan mengalami lost generation karena terengut oleh virus ini,” ujarnya.

Molin mengatakan perlunya pengaturan kafe remang-remang di pedesaan. Kalaupun tak bisa dilarang harus ada aturan bahwa para pekerja wanita di kafe itu harus diperiksa secara rutin kesehatannya. Bila ditemukan mereka terkena penyakit infeksi menular seksual (IMS), bahkan HIV, kafe itu harus ditutup.

Wakil Bupati Gianyar Dewa Made Sutanaya menjanjikan melakukan penertiban kafe-kafe di Gianyar. “Kami sudah mengundang para pemilik kafe dan meminta yang illegal segera mengurus izin. Soal kesehatan akan diakomodasi dalam menentukan persyaratan perizinan,” katanya.

Perkembangan Teknologi Satra
Sastra Siber
Perkembangan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi informasi, berkorelasi  dengan meningkatnya berbagai logika dan pemikiran manusia. Kehidupan sastra turut pula makin berkembang, termasuk  jumlah dan kalangan peminatnya. Semuanya itu memperlihatkan  tingginya kesadaran, kemampuan, serta   kemauan para peminat dan   pihak penggiat sastra.   
     Kemunculan sastra siber  seputar tahun 2001 seiring dengan merebaknya internet di Indonesia adalah sebuah keniscayaan.  Sastra siber adalah aktivitas sastra yang memanfaatkan fasilitas komputer dan internet, yang dapat dikatakan suatu revolusi, sekaligus transformasi dalam dunia sastra.  Sebelum dikenal sastra siber, publikasi karya sastra sebenarnya sudah memanfaatkan teknologi yang ada. Kita   mengenalnya dengan sebutan sastra koran, sastra majalah, atau    sastra buku, yang menggunakan koran, majalah, atau buku sebagai media penyebarannya.  
     Kehadiran jenis sastra siber  ditengarai dengan terbitnya buku Graffiti Gratitude pada  2001. Kemunculan sastra elektronik—lazim juga disebut sastra digital--yang mewarnai perjalanan sastra di Indonesia banyak kalangan yang serta-merta menerimanya dengan tangan terbuka meskipun  ada pula yang menyikapinya dengan sebelah mata. Disambut secara positif karena kehadiran sastra siber dapat dengan mudah dan cepat diakses oleh kalangan yang lebih luas, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain itu, kehadiran sastra siber melalui media internet memberi peluang bagi penulis yang bergiat di bidang sastra untuk memberikan sumbangsihnya, baik berupa karya maupun pemikiran atau tanggapan terhadap karya sastra.  Disambut negatif karena sastra siber dianggap tidak lebih dari sekadar upaya main-main saja.  Sastra siber itu  juga dikatakan sebagai sastra yang kualitasnya sangat kurang dan tidak memberikan kemajuan yang berarti dalam khazanah sastra Indonesia. Bagaimanapun harus diakui, misalnya dalam mengapresisi puisi atau sajak, sastra siber menyajikan tambahan aksesori yang dalam sastra cetak tidak ditemukan. Dalam puisi digital yang berbasis teknologi internet, misalnya,  para peserta didik atau penikmat lainnya bisa lebih akrab dan lebih intens menghayatinya karena  ada rajikan baru berupa, antara lain  tampilan latar panggung yang menarik, berkas cahaya warna-warni, kostum atau busana yang menawan, juga iringan musik semisal bunyi tetabuhan etnik tertentu. 
     Berdasarkan ulasan di atas,  perkembangan teknologi  moden sekarang ini pasti  akan berpengaruh besar terhadap budaya suatu bangsa, tidak terkecuali sastra. Seperti disebut di atas, tentunya berkembangnya teknologi di satu sisi akan berdampak positif, tetapi   di sisi lain bisa berdampak   negatif.  Begitu juga terhadap kehadiran sastra melalui media elektronik.  Namun,  kita tidak perlu merisaukan sastra siber yang  bagi   sebagian pemerhati sastra mengatakannya sesuatu yang tidak bermutu,   yang kelak akan tersingkir dengan sendirinya. Hal yang jelas adalah bahwa perjalanan waktulah yang akan menentukan apakah karya  sastra digital tersebut akan tetap eksis dan/atau berterima atau tidak.

Sumber         :
·        http://www.slideshare.net/hallotugas/diskriminasi
·        http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1527
·        http://nasional.tempo.co/read/news/2012/01/11/058376704/bali-diskriminatif-terhadap-penderita-hiv-aids