Nama : Afrilia Wulandari
Kelas : 2SA10 (10614417)
Mata Kuliah : Ilmu Sosial Dasar
Diskriminasi
Pengertian Diskriminasi
Diskriminasi dalam ruang lingkup hukum hak asasi
manusia Indonesia ( human right law ) dapat dilihat dalam Pasal 1 Ayat (3) UU
No. 39 Tahun 1999 tetang Hak Asasi Manusia yang berbunyi , “ Diskriminasi
adalah setiap pembatasan , pelecehan , atau pengucilan yang langsung atau tak
langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku , ras , etnik
, kelompok , golongan , status social , status ekonomi , jenis kelamin , bahasa
, keyakinan politik , yang berakibat pengurang , penyimpangan , atau penghapusan
pengakuan , pelaksanaan , atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar
dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik , ekonomi
, hukum , social , budaya , dan aspek kehidupan lainnya”.
Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa
dijumpai dalam masyarakat yang terjadi karena kecendrungan manusia untuk membeda-bedakan
yang lain atau ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena
karakteristik suku , antar golongan , kelamin , ras , agama dan kepercayaan
dll.
Faktor Penyebab
1.
Perbedaan Latar
Belakang.
2.
Perbedaan
Keyakinan , Kepercayaan , dan agama.
3.
Perkembangan
sosio cultural dan situasional.
4.
Perbedaan Kepentingan.
5.
Perbedaan
Individu.
Contoh Kasus
Diskriminasi :
Bali
Diskriminatif terhadap Penderita HIV AIDS
TEMPO.CO, Jakarta -
Diskriminasi terhadap Orang dengan HIV AIDS (ODHA) di Bali masih cukup tinggi.
Bahkan saat mereka meninggal dunia. “Ketika ada warga yang meninggal dunia
karena HIV , tidak ada yang mau memandikan,” kata Sekretaris Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) Gianyar I Dewa Oka Sedana dalam Rapat Konsultasi
(KPA) Bali dengan pejabat dan desa adat di Gianyar Bali, kemarin.
Menurut Sedana, dari rumah sakit mayat langsung dimasukkan ke peti yang sangat rapat karena dianggap HIV akan menular melalui udara. Mayat langsung dibawa ke kuburan untuk dimakamkan tanpa dibuka kembali. “Terpaksa kami yang membuka mayat dan memandikannya untuk menunjukkan bahwa tidak masalah menyentuh mayat ODHA,” kata Sedana.
Lebih buruk lagi, kata Sedana, keluarga yang ditinggalkan kemudian dijauhi oleh warganya. Bahkan anaknya pun seolah-olah tidak boleh ikut bersekolah. Baru setelah KPA Gianyar melakukan pendekatan, warga sekitar bersedia menerima kembali.
Sedana menjelaskan kondisi HIV AIDS di Gianyar kian mengkhawatirkan. Jika pada 2010 hanya ditemukan 181 kasus, pada 2011 meningkat menjadi 399 kasus. Bila tidak diantisipasi kasus-kasus diskriminasi akan semakin tinggi, sehingga mempersulit upaya penanggulangan HIV.
Penularan HIV diduga dipengaruhi oleh penyebaran kafe remang-remang yang menjadi tempat prostitusi terselubung. Kafe itu masuk ke pedesaan dan mengundang kehadiran pria dewasa dan remaja menjadi pengunjungnya. KPA sejauh ini belum dapat mengintervensi agar kesehatan para pekerja seks komersial (PSK) tetap terjaga dan tidak menjadi penular HIV.
Ketua Tim Advokasi KPA Bali Made Molin Yudiasa menegaskan diskriminasi terhadap ODHA harus ditekan agar gunung es dalam penyebaran HIV bisa diungkapkan. Diskriminasi menghambat niat orang-orang yang berisiko tinggi untuk melakukan tes sukarela. “Kalau terjadi pembiaran, kita akan mengalami lost generation karena terengut oleh virus ini,” ujarnya.
Molin mengatakan perlunya pengaturan kafe remang-remang di pedesaan. Kalaupun tak bisa dilarang harus ada aturan bahwa para pekerja wanita di kafe itu harus diperiksa secara rutin kesehatannya. Bila ditemukan mereka terkena penyakit infeksi menular seksual (IMS), bahkan HIV, kafe itu harus ditutup.
Wakil Bupati Gianyar Dewa Made Sutanaya menjanjikan melakukan penertiban kafe-kafe di Gianyar. “Kami sudah mengundang para pemilik kafe dan meminta yang illegal segera mengurus izin. Soal kesehatan akan diakomodasi dalam menentukan persyaratan perizinan,” katanya.
Menurut Sedana, dari rumah sakit mayat langsung dimasukkan ke peti yang sangat rapat karena dianggap HIV akan menular melalui udara. Mayat langsung dibawa ke kuburan untuk dimakamkan tanpa dibuka kembali. “Terpaksa kami yang membuka mayat dan memandikannya untuk menunjukkan bahwa tidak masalah menyentuh mayat ODHA,” kata Sedana.
Lebih buruk lagi, kata Sedana, keluarga yang ditinggalkan kemudian dijauhi oleh warganya. Bahkan anaknya pun seolah-olah tidak boleh ikut bersekolah. Baru setelah KPA Gianyar melakukan pendekatan, warga sekitar bersedia menerima kembali.
Sedana menjelaskan kondisi HIV AIDS di Gianyar kian mengkhawatirkan. Jika pada 2010 hanya ditemukan 181 kasus, pada 2011 meningkat menjadi 399 kasus. Bila tidak diantisipasi kasus-kasus diskriminasi akan semakin tinggi, sehingga mempersulit upaya penanggulangan HIV.
Penularan HIV diduga dipengaruhi oleh penyebaran kafe remang-remang yang menjadi tempat prostitusi terselubung. Kafe itu masuk ke pedesaan dan mengundang kehadiran pria dewasa dan remaja menjadi pengunjungnya. KPA sejauh ini belum dapat mengintervensi agar kesehatan para pekerja seks komersial (PSK) tetap terjaga dan tidak menjadi penular HIV.
Ketua Tim Advokasi KPA Bali Made Molin Yudiasa menegaskan diskriminasi terhadap ODHA harus ditekan agar gunung es dalam penyebaran HIV bisa diungkapkan. Diskriminasi menghambat niat orang-orang yang berisiko tinggi untuk melakukan tes sukarela. “Kalau terjadi pembiaran, kita akan mengalami lost generation karena terengut oleh virus ini,” ujarnya.
Molin mengatakan perlunya pengaturan kafe remang-remang di pedesaan. Kalaupun tak bisa dilarang harus ada aturan bahwa para pekerja wanita di kafe itu harus diperiksa secara rutin kesehatannya. Bila ditemukan mereka terkena penyakit infeksi menular seksual (IMS), bahkan HIV, kafe itu harus ditutup.
Wakil Bupati Gianyar Dewa Made Sutanaya menjanjikan melakukan penertiban kafe-kafe di Gianyar. “Kami sudah mengundang para pemilik kafe dan meminta yang illegal segera mengurus izin. Soal kesehatan akan diakomodasi dalam menentukan persyaratan perizinan,” katanya.
Perkembangan Teknologi Satra
Sastra Siber
Perkembangan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi informasi,
berkorelasi dengan meningkatnya berbagai logika dan pemikiran manusia.
Kehidupan sastra turut pula makin berkembang, termasuk jumlah dan
kalangan peminatnya. Semuanya itu memperlihatkan tingginya kesadaran,
kemampuan, serta kemauan para peminat dan pihak
penggiat sastra.
Kemunculan sastra siber seputar
tahun 2001 seiring dengan merebaknya internet di Indonesia adalah sebuah
keniscayaan. Sastra siber adalah aktivitas sastra yang memanfaatkan
fasilitas komputer dan internet, yang dapat dikatakan suatu revolusi, sekaligus
transformasi dalam dunia sastra. Sebelum dikenal sastra siber, publikasi
karya sastra sebenarnya sudah memanfaatkan teknologi yang ada. Kita
mengenalnya dengan sebutan sastra koran, sastra majalah, atau
sastra buku, yang menggunakan koran, majalah, atau buku
sebagai media penyebarannya.
Kehadiran jenis sastra siber
ditengarai dengan terbitnya buku Graffiti Gratitude pada 2001. Kemunculan sastra
elektronik—lazim juga disebut sastra digital--yang mewarnai perjalanan sastra
di Indonesia banyak kalangan yang serta-merta menerimanya dengan tangan terbuka
meskipun ada pula yang menyikapinya dengan sebelah mata. Disambut secara
positif karena kehadiran sastra siber dapat dengan mudah dan cepat diakses oleh
kalangan yang lebih luas, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh
dunia. Selain itu, kehadiran sastra siber melalui media internet memberi
peluang bagi penulis yang bergiat di bidang sastra untuk memberikan
sumbangsihnya, baik berupa karya maupun pemikiran atau tanggapan terhadap karya
sastra. Disambut negatif karena sastra siber dianggap tidak lebih dari
sekadar upaya main-main saja. Sastra siber itu juga dikatakan
sebagai sastra yang kualitasnya sangat kurang dan tidak memberikan kemajuan
yang berarti dalam khazanah sastra Indonesia. Bagaimanapun harus diakui,
misalnya dalam mengapresisi puisi atau sajak, sastra siber menyajikan tambahan
aksesori yang dalam sastra cetak tidak ditemukan. Dalam puisi digital yang
berbasis teknologi internet, misalnya, para peserta didik atau penikmat
lainnya bisa lebih akrab dan lebih intens menghayatinya karena ada
rajikan baru berupa, antara lain tampilan latar panggung yang menarik,
berkas cahaya warna-warni, kostum atau busana yang menawan, juga iringan musik
semisal bunyi tetabuhan etnik tertentu.
Berdasarkan ulasan di atas,
perkembangan teknologi moden sekarang ini pasti akan
berpengaruh besar terhadap budaya suatu bangsa, tidak terkecuali sastra.
Seperti disebut di atas, tentunya berkembangnya teknologi di satu sisi akan
berdampak positif, tetapi di sisi lain bisa berdampak
negatif. Begitu juga terhadap kehadiran sastra melalui media
elektronik. Namun, kita tidak perlu merisaukan sastra siber
yang bagi sebagian pemerhati sastra mengatakannya sesuatu
yang tidak bermutu, yang kelak akan tersingkir dengan sendirinya.
Hal yang jelas adalah bahwa perjalanan waktulah yang akan menentukan apakah
karya sastra digital tersebut akan tetap eksis dan/atau berterima atau
tidak.
Sumber :
·
http://www.slideshare.net/hallotugas/diskriminasi
·
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1527
·
http://nasional.tempo.co/read/news/2012/01/11/058376704/bali-diskriminatif-terhadap-penderita-hiv-aids